Social Icons

Pages

Tuesday, December 4, 2012

CARA MENGATASI KONFLIK DI TEMPAT KERJA (MAKALAH)


BAB I 

PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG
Konflik adalah suatu kata yg tidak dapat lepas dari kehidupan kita sebagai makhluk sosial. Namun hampir setiap orang memandang konflik sebagai sesuatu hal yg harus di hindari jika kita ingin lebih maju dan berkembang di dunia kerja. Padahal konflik merupakan bumbu dari kehidupan berinteraksi yang memang sudah merupakan kesatuan yang terkadang tanpa disadari justru merupakan langkah awal untuk lebih maju & berkembang.

Dan di dunia kerja dimana pelakunya pasti lebih dari 2 orang,  konflik pasti selalu ada. Sekecil apapun itu. Namun kembali ke cara pandang & penanganan individu terhadap konfliklah yang akan bisa menentukan apakah konflik itu membawa ke arah yg lebih positif atau justru sebaliknya.


B. RUMUSAN MASALAH

  1. Apakah pengertian konflik dari sisi positif & negatif ?
  2. Bagaimana pandangan ahli mengenai konflik di dunia kerja ?
  3. Apa saja bentuk konflik di dunia kerja ?
  4. Bagaimana menangani & menyelesaikan konflik di lingkungan kerja ?

C. TUJUAN
  1. Menjelaskan pengertian konflik positif & negatif
  2. Memahami pandangan para ahli tentang konflik di dunia kerja
  3. Menemukan cara terbaik dalam menangani & menyelesaikan konflik di lingkungan kerja




BAB II

LANDASAN TEORI



A. PENGERTIAN KONFLIK
Konflik berasal dari kata kerja Latin yaitu configere yg berarti saling memukul. secara sosiologis konflik dapat diartikan sebagai suatu proses sosial antara 2 orang atau lebih dimana salah 1 pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.


Tidak ada 1 masyarakatpun yg tidak pernah mengalami konflik, baik dengan anggotanya atau dengan kelompok masyarakat yg lain. Karena konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik selalu dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yg dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. dengan dibawa sertanya ciri-ciri tersebut dalam interaksi sosial, konflik menjadi situasi yg wajar dalam masyarakat.

Konflik sendiri sebenarnya dalah sesuatu yg bertentangan dengan integrasi, walaupun konflik & integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Karena, konflik yg terkontrol akan menghasilkan integrasi yg baik atau yg lebih dikenal dengan konflik positif. Sebaliknya, integrasi yg tidak sempurna justru akan dapat menciptakan konflik yg negatif & berdampak buruk pada interaksi sosial di masyarakat pada umumnya, dan dalam dunia kerja pada khususnya.

 B. DEFINISI KONFLIK
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
  1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
  2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
  3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
  4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
  5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
  6. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
  7. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
  8. Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
  9. Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
  10. Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)


BAB III

PENERAPAN DI TEMPAT KERJA


A. CONTOH NYATA KONFLIK DI DUNIA KERJA
Ada banyak hal yang bisa memicu konflik di lingkungan kerja, mulai yang terkait dengan tugas dan pekerjaan sampai ke masalah pribadi. Keadaan ini tentu akan menimbulkan ketidaknyamanan saat beraktivitas di kantor, dan bukan sesuatu yang mustahil kalau berbuntut pada menurunnya produktivitas. Namun jika konflik tersebut manageable dan mengarah pada hal-hal yg produktif, maka konflik justru akan meningkatkan kreatifitas & produktifitas kerja.
  • KONFLIK POSITIVE
  1. Mencari jalan keluar untuk menghadapi komplain tamu
  2. Perbedaan pendapat dalam hal dekorasi hotel untuk menyambut hari raya / natal / tahun baru
  3. Perbedaan dalam cara penghitungan omset
  •  KONFLIK NEGATIVE
  1. Meremehkan kemampuan rekan kerja
  2. Mengambil alih pekerjaan yang bukan bagiannya tanpa ijin
  3. Merasa tidak membutuhkan bantuan rekan kerja saat menghadapi masalah kerja
  4. Mencampur adukkan masalah pribadi dengan urusan pekerjaan
  5. Membebankan semua pekerjaan pada rekan kerja yang masih baru
B. PENYELESAIAN KONFLIK
 
Jika konflik sudah tidak manageable, tidak konstruktif, melainkan sudah cenderung destruktif, sulit ditangani, dan tidak mengarah pada terciptanya kreativitas serta produktifitas maka berikut ini adalah prinsip “7F” dalam menangani konflik. Ketujuh prinsip ini mengacu pada nilai-nilai universal yang bisa diterima semua tipikal orang. Prinsip “7F” tersebut adalah:

1. Face
Hadapi (face it) dan tangani setiap konflik yang muncul.
Sebagian orang memilih bersikap menghindari konflik atau membiarkan begitu saja setiap konflik yang terjadi. Alasannya, konflik tersebut mereka anggap akan selesai dengan sendirinya. Konflik kecil yang tidak dihadapi dan ditangani dengan benar, berpotensi mendatangkan masalah besar bagi sebuah organisasi.

2. Freeze
Setiap konflik biasanya selalu menimbulkan suasana tegang dan panas.
Agar dapat ditangani dengan baik maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah mendinginkan suasana (freeze). Caranya antara lain dengan memfokuskan dan menempatkan setiap persoalan pada tempatnya, meluruskan motivasi dari pihak-pihak yang terlibat konflik, serta memberi pengertian bahwa semua perbedaan bisa dibicarakan.

3. Flight
Sebelum lebih jauh menangani suatu konflik, dalam kasus tertentu ada kalanya lebih baik memisahkan (to flightof) pihak-pihak yang konflik, agar permasalahan konflik tidak terus berkembang.

4. Fact
Kumpulkan fakta (fact finding) yang memadai.
Salah satu persyaratan untuk menangani konflik secara adil (fair), diperlukan dukungan fakta, data, bukti, dan saksi yang memadai. Tanpa kelengkapan fakta yang memadai maka sulit mengambil kesimpulan atau keputusan yang adil.

5. Fair
Banyak konflik yang terjadi, umumnya dipicu oleh sikap yang tidak adil.
Salah satu pihak atau pihak tertentu merasa dirugikan, dicurangi, ditipu, ditindas, dilecehkan, difitnah, dan seterusnya. Jika kita menyadari bahwa akar pesoalan konflik sering kali disebabkan oleh sikap tidak adil, maka cara efektif menangani konflik adalah memberdayakan sikap adil (fair). Sikap adil biasanya didasari oleh pola pikir yang obyektif, netral, dan mendengarkan argumentasi dari kedua belah pihak ataupun melibatkan opini pihak ketiga. Dari situ kemudian menempatkan persoalan secara seimbang serata proporsional untuk dasar mengambil kesimpulan maupun keputusan.

6. Friendly
Pendekatannya jangan menyerang (refresif), tetapi bersahabat (persuasif).
Motivasinya bukan membenci orangnya tetapi perbuatannya. Sikap adil masih belum cukup kuat untuk mengambil keputusan dalam menyelesaikan konflik. Karena itu di pengadilan masih ada kesempatan naik banding, dan kasasi untuk meminta grasi (kemurahan hati). Tingkatan dalam putusan pengadilan ini menunjukkan bahwa faktor keadilan masih memerlukan beberapa jenjang lagi untuk mengambil vonis akhir.
Grasi (kemurahan hati) adalah wujud hukum persahabatan atau friendly. Friendly ini merupakan konsep yang berdasar pada sikap “membenci perbuatannya tetapi tidak terhadap orangnya”. Sikap keliru selama ini membenci perbuatannya dan orangnya. Konsep Lembaga Pemasyarakatan (LP) sebenarnya membenci perbuatan, tetapi tidak membenci orangnya. Karena itu narapidana dibina dalam LP, jadi hukuman yang diberikan dalam rangka mendidik, bukan menghancurkan dan mempermalukan. Inilah pengertian dari friendly.

7. Firm 
Adalah ketegasan jika terdapat pihak yang tidak puas, kepuasan tidak bisa dinegosiasikan.
Firm adalah ketegasan atau keyakinan kuat bahwa keadilan (fair) dan persahabatan (friendly) adalah solusi terbaik untuk semua pihak. Mungkin menyakitkan tapi menyembuhkan. Hal itu lebih baik dari pada menyenangkan tetapi mematikan. Ketegasan dalam menyelesaikan konflik memang dibutuhkan apalagi bila berkaitan dengan masalah pelanggaran berat yang dilakukan oleh si karyawan. Ketegasan sangat diperlukan, dalam arti bahwa pihak perusahaan mau tidak mau harus tega melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap si karyawan yang melakukan pelanggaran berat tersebut. Pertimbangannya bila perusahaan tidak bersikap tegas hal tersebut justru akan menimbulkan dampak negatif bagi karyawan yang lain. Karyawan yang lain dapat menjadi tidak percaya terhadap manajemen dan melihat peluang untuk berbuat kesalahan yang sama dengan karyawan yang bersangkutan.



BAB IV

PENUTUP 



Sejatinya konflik memang suatu hal yang mau tidak mau akan terus ada dalam kehidupan manusia. Baik dalam hubungan keluarga, pertemanan, percintaan, bahkan pekerjaan. Maka dari itu, tidak seharusnya kita berusaha menghindar dari konflik yg jelas sekali tidak akan pernah bisa di hindari. Yang benar adalah bagaimana cara meminimalisir resiko negatif dari suatu konflik dan bagaimana penyelesaian terbaik dalam menghadapi konflik terutama di tempat kerja yg pasti rentan dengan itu semua.

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca bisa memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.

1 comment: